Inilahdepok.id – Berita tentang pameran Yos Suprapto yang dibredel telah mengguncang publik, terutama di kalangan seniman, intelektual, dan masyarakat yang menghargai kebebasan berekspresi.
Pameran tersebut, yang seharusnya menjadi ajang apresiasi seni dan refleksi sosial, malah dihentikan secara paksa.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan yang lebih besar: Apakah Indonesia sedang menghadapi ancaman kembalinya praktik-praktik represif ala Orde Baru?
Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Pemberangusan pameran seni, seperti yang terjadi pada pameran Yos Suprapto, menjadi peringatan serius bahwa pilar kebebasan ini sedang diuji.
Pada masa Orde Baru, tindakan seperti ini lazim terjadi untuk membungkam kritik dan kontrol atas narasi publik.
Kebebasan berekspresi hanya diizinkan selama sejalan dengan kepentingan penguasa.
Refleksi dari Masa Lalu
Selama era Orde Baru, kritik terhadap pemerintah dan topik-topik sensitif sering disensor atau ditekan.
Seniman, penulis, dan tokoh intelektual kerap menjadi sasaran pembungkaman.
Melihat pembredelan pameran seni saat ini, muncul kekhawatiran bahwa sejarah mungkin akan berulang.
Apakah Indonesia sedang berjalan mundur ke era di mana suara-suara kritis dipandang sebagai ancaman yang harus dibungkam?
Hakikat Seni sebagai Medium Kritik
Seni selalu memiliki peran penting dalam masyarakat, tidak hanya sebagai sarana ekspresi estetis tetapi juga sebagai medium kritik sosial.
Seniman seperti Yos Suprapto menggunakan karyanya untuk menyuarakan keresahan, memancing diskusi, dan mendorong refleksi publik terhadap isu-isu penting.
Pemberangusan pameran seni bukan hanya serangan terhadap seniman itu sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat yang memiliki hak untuk mengakses berbagai sudut pandang.
Demokrasi yang Terus Berkembang atau Mundur?
Pertanyaan penting yang harus kita ajukan adalah: Apakah pemberangusan ini menunjukkan tanda-tanda kemunduran demokrasi di Indonesia?
Demokrasi bukan hanya soal pemilu, tetapi juga soal bagaimana negara melindungi kebebasan berekspresi, mendukung perbedaan pendapat, dan menghargai kebebasan seni.
” Jika tindakan seperti ini dibiarkan terus berlangsung, Indonesia berisiko kehilangan esensi demokrasinya dan terperosok kembali ke praktik-praktik otoriter “
Pemberangusan pameran Yos Suprapto seharusnya menjadi peringatan bagi masyarakat dan pemerintah.
Jika ingin menjaga status sebagai negara demokrasi yang berkembang, Indonesia harus menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan memelihara ruang yang aman bagi seniman, intelektual, dan warga negara untuk menyuarakan ide dan kritik mereka tanpa rasa takut.
Pengawasan publik dan tekanan dari masyarakat sipil sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kejadian ini tidak menjadi awal dari pola yang lebih besar dan lebih berbahaya.
” Kita tidak boleh lupa, kebebasan berekspresi bukanlah hadiah dari negara, tetapi hak yang harus dipertahankan oleh seluruh rakyat Indonesia “

Oleh: totok towels
Penulis merupakan pengasuh sanggar pengkicau






