Inilahdepok.id- Deputy CEO Mili, Erik Yoachim, menuturkan Indonesia berada dalam era web 3.0.
Konsep yang diusung pada web 3.0 adalah intelektualitas buatan (artificial intelligence).
“Bukan hanya manusia dengan manusia yang dapat berinteraksi satu sama lain, tetapi satu aplikasi dengan yang lain juga dapat berinteraksi. Web atau aplikasi juga lebih ‘memanjakan’ penggunanya,” kata pebisnis digital dari platform Mili tersebut saat dikonfirmasi awak media pada Rabu, 2 Februari 2022.
Menurut dia, dengan berkurangnya lapangan pekerjaan tadi, maka pencari kerja banting stir membuka usaha.
Kata dia, banyak startup-starup baru yang mencoba untuk membuat usaha dengan menitik beratkan pada pendanaan atau investasi yang disebut unicorn.
“Hanya tidak mudah membuat usaha tersebut, ada beberapa contoh perusahaan startup yang bangkrut atau tutup. Penyebabnya perusahaan startup bangkrut adalah karena kehabisan modal di tengah jalan usaha,” jelasnya.
Makan dari itu, Erik Yoachim mengatakan Mili bersama Linked-in siap berkolaborasi dengan masyarakat berbagai kalangan, mulai dari startup e-commerce baru seperti toko buku daring, layanan travel daring, termasuk UMKM konter pulsa, listrik dan sebagainya untuk saling mengisi.
“Jadi, metode bakar uang itu, biasanya mereka hanya fokus di bisnis primer mereka. Contoh unicorn besar seperti punya Nadiem Makarim itu diakui bisa punya untung juga karena menyediakan pembayaran digital, bukan cuma ojek online saja,” ungkap Erik.
Erik menjelaskan untuk bisa bertahan, Linked-in dan Mili siap memberikan pendampingan kepada calon starup atau starup yang sudah ada mulai dari pengembangan platform dan layanan pembayaran digital.
“Di Mili itu ada banyak pilihan pembayaran digital yang bagi untungnya cukup lumayan tinggi dibanding yang lain, start up dan UMKM bisa kolaborasi dengan kami, platformnya bisa didampingi profesional dari Linked-in. Kami akan mulai dengan 300 orang peserta ini, masyarakat lain boleh ikut,” Pungkasnya. ***