Ragam  

Sekilas Peristiwa Malari: Malapetaka 15 Januari 1974 dan Dinamika Sosial Politik di Era Orde Baru

Peristiwa Malari: Malapetaka 15 Januari 1974 ( foto: Wikipedia )

Inilahdepok.id – Peristiwa Malari atau Malapetaka Lima Belas Januari adalah salah satu insiden besar yang terjadi di Indonesia pada 15 Januari 1974.

Kerusuhan ini dipicu oleh demonstrasi mahasiswa yang awalnya berlangsung damai namun berujung pada kerusuhan massal.

Malari menjadi momen bersejarah yang mencerminkan ketegangan sosial, politik, dan ekonomi di awal pemerintahan Orde Baru.

Insiden ini juga menjadi salah satu tantangan besar yang dihadapi Presiden Soeharto di masa-masa awal pemerintahannya.

Latar Belakang Peristiwa Malari

Pada awal 1970-an, Indonesia berada dalam era pembangunan besar-besaran di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.

Kebijakan pembangunan Orde Baru sangat bergantung pada investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pendekatan ini dianggap berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain memunculkan masalah seperti kesenjangan sosial dan ketergantungan ekonomi yang tinggi pada negara asing, terutama Jepang.

Peristiwa Malari: Malapetaka 15 Januari 1974 ( foto: Wikipedia )

Jepang pada saat itu adalah salah satu investor terbesar di Indonesia.

Produk-produk Jepang mulai mendominasi pasar Indonesia, dari otomotif hingga barang elektronik.

Dominasi ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama mahasiswa, yang merasa bahwa kebijakan pemerintah lebih menguntungkan pihak asing daripada rakyat Indonesia.

Selain itu, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi di lingkaran pemerintahan semakin memperparah situasi.

Baca Juga :  Telur atau Ayam, Mana yang Lebih Dulu? Ini Jawaban Ilmiahnya!

Kunjungan Perdana Menteri Jepang sebagai Pemicu

Peristiwa Malari terjadi bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, ke Indonesia pada 14-15 Januari 1974.

Kunjungan ini dimaksudkan untuk mempererat hubungan ekonomi antara Jepang dan Indonesia, namun malah menjadi katalisator demonstrasi besar-besaran.

Kunjungan tersebut dianggap simbolik atas dominasi Jepang dalam ekonomi Indonesia, sehingga memicu gelombang protes dari mahasiswa yang menuntut perubahan kebijakan.

Mahasiswa yang tergabung dalam berbagai organisasi, seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), menggelar demonstrasi besar-besaran di Jakarta.

Mereka menyuarakan kritik terhadap investasi asing, dominasi Jepang, ketimpangan ekonomi, dan korupsi yang merajalela di pemerintahan.

Kronologi Peristiwa Malari

Demonstrasi mahasiswa pada 15 Januari 1974 awalnya berlangsung damai.

Ribuan mahasiswa turun ke jalan, membawa spanduk dan meneriakkan slogan-slogan anti-korupsi dan anti-investasi asing.

Mereka menuntut reformasi kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada rakyat.

Namun, situasi berubah menjadi kerusuhan massal ketika massa mulai menyerang simbol-simbol investasi asing, terutama perusahaan-perusahaan Jepang.

Beberapa toko, kendaraan, dan bangunan milik Jepang dibakar. Mobil-mobil buatan Jepang, seperti Toyota dan Honda, menjadi sasaran amukan massa.

Bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan tidak terhindarkan.

Pemerintah mengerahkan pasukan militer untuk meredam situasi, namun tindakan represif ini justru memperburuk kerusuhan.

Baca Juga :  Kenapa Petir Sering Terjadi Menjelang Hujan? Ini Penjelasanya!

Akibatnya, kerusuhan meluas ke berbagai wilayah Jakarta.

Dampak Kerusuhan

Kerusuhan Malari mengakibatkan kerugian besar, baik dalam hal materi maupun korban jiwa. Berikut adalah beberapa dampak utama:

  1. Kerusakan Fisik:
    Puluhan bangunan, toko, dan kendaraan hancur akibat pembakaran dan penjarahan. Kerugian materi ditaksir mencapai miliaran rupiah.
  2. Korban Jiwa:
    Peristiwa ini menyebabkan 11 orang meninggal dunia, ratusan luka-luka, dan ribuan lainnya ditangkap oleh aparat keamanan.
  3. Krisis Kepercayaan:
    Malari menjadi pukulan bagi pemerintahan Soeharto, karena menunjukkan adanya ketidakpuasan yang besar terhadap kebijakan pemerintah.

Reaksi Pemerintah

Setelah kerusuhan, pemerintah melakukan langkah-langkah untuk meredam situasi dan menenangkan masyarakat.

Presiden Soeharto memecat beberapa pejabat tinggi yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan, termasuk Jenderal Soemitro, yang saat itu menjabat sebagai Panglima

Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

Selain itu, pemerintah mulai memperketat pengawasan terhadap aktivitas mahasiswa dan memperkenalkan aturan baru yang membatasi kebebasan berkumpul dan berpendapat.

Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.

Warisan dan Pelajaran dari Peristiwa Malari

Peristiwa Malari meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Indonesia.

Insiden ini menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat, sekaligus menunjukkan kekuatan gerakan mahasiswa sebagai agen perubahan sosial.

Baca Juga :  Ciri-ciri Pemimpin yang Inkonsisten, Dampak dan Cara Menghadapinya!

Namun, peristiwa ini juga menunjukkan sisi represif dari pemerintahan Orde Baru, di mana kritik dan protes sering kali dihadapi dengan tindakan keras.

Setelah Malari, pemerintah semakin memperketat kontrol terhadap gerakan mahasiswa, mengurangi ruang untuk oposisi, dan meningkatkan dominasi militer dalam kehidupan politik.

Kesimpulan

Peristiwa Malari adalah salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia yang mencerminkan dinamika sosial, politik, dan ekonomi di era Orde Baru.

Meskipun peristiwa ini meninggalkan luka, Malari juga menjadi pengingat akan pentingnya keadilan sosial, transparansi, dan keseimbangan dalam kebijakan pembangunan.

Sebagai generasi penerus, penting bagi kita untuk mempelajari peristiwa seperti Malari agar dapat memahami sejarah bangsa, belajar dari kesalahan masa lalu, dan menciptakan masyarakat yang

lebih adil dan inklusif di masa depan.***