Inilahdepok.id – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas mengimbau para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjaga netralitas dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Salah satu bentuk netralitas yang harus dijaga adalah tidak berinteraksi dengan para calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di media sosial (medsos).
Anas mengatakan, ASN dilarang memberikan like, komentar, atau share stiker yang berkaitan dengan capres-cawapres di medsos, seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau WhatsApp.
Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya dukungan, simpati, atau keterlibatan ASN dalam kampanye politik.
“Para ASN diimbau untuk tidak berinteraksi dengan para capres-cawapres di media sosial, termasuk memberikan like dan komen/komentar di unggahan mereka. Juga tidak boleh share stiker di WA (WhatsApp),” kata Anas di Kantor Kemenpan RB, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Anas menambahkan, pihaknya telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan berbagai instansi terkait, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), untuk memastikan netralitas ASN dalam Pemilu 2024.
“Kita telah sepakat ASN harus netral. Kita juga telah menyiapkan sanksi bagi ASN yang melanggar, mulai dari teguran ringan sampai pidana jika ASN melakukan pelanggaran berat,” ujar Anas.
Sanksi yang dimaksud Anas diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2022, Nomor 800-5474 Tahun 2022, Nomor 246 Tahun 2022, Nomor 30 Tahun 2022, Nomor 144.1/PM.01/K.1/09/2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.
Dalam keputusan tersebut, ASN dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut:
– Memberikan dukungan, simpati, atau keterlibatan dalam kegiatan politik yang dilakukan oleh partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, atau calon wali kota dan wakil wali kota.
– Menggunakan fasilitas negara, fasilitas pemerintah daerah, atau fasilitas lain yang dibiayai oleh APBN/APBD untuk kepentingan politik yang dilakukan oleh partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, atau calon wali kota dan wakil wali kota.
– Menggunakan atribut, simbol, atau identitas partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, atau calon wali kota dan wakil wali kota, baik di tempat kerja maupun di luar tempat kerja.
– Melakukan kampanye, propaganda, atau ajakan untuk memilih atau tidak memilih partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, atau calon wali kota dan wakil wali kota, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui media cetak, media elektronik, media sosial, atau media lainnya.
– Memberikan pernyataan, komentar, atau opini yang mengandung unsur politik yang berkaitan dengan partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, atau calon wali kota dan wakil wali kota, baik secara lisan maupun tertulis, melalui media cetak, media elektronik, media sosial, atau media lainnya.
– Menghadiri, mengikuti, atau terlibat dalam kegiatan politik yang dilakukan oleh partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, atau calon wali kota dan wakil wali kota, baik di dalam maupun di luar jam kerja.
Jika ASN melanggar ketentuan tersebut, maka dapat dikenakan sanksi administratif, seperti teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, atau pembebasan dari jabatan.
Selain itu, ASN juga dapat dikenakan sanksi pidana, jika perbuatannya memenuhi unsur tindak pidana, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ASN merupakan bagian dari penyelenggara negara yang harus menjunjung tinggi nilai-nilai integritas, profesionalisme, dan netralitas.
Oleh karena itu, ASN harus menjaga sikap dan perilaku yang tidak memihak kepada salah satu pihak dalam Pemilu 2024.
ASN harus menjadi contoh bagi masyarakat dalam berdemokrasi yang sehat dan berkualitas.